Tidak pernah terbersit untuk
dapat kembali ke Salatiga dalam waktu dekat. Memang ada rencana di tahun ini,
tapi nanti di bulan Desember. Kata teman-temanku, tiap tgl 24 Desember jam
04.00 pagi – 06.00, ada ibadah Natal gabungan seluruh gereja di lapangan utama
kota Salatiga. Aku sangat penasaran ingin merasakan suasana ibadah Natal subuh.
Target awalku tahun ini aku ingin mengunjungi Medan (kembali ke akar), Manado,
Singapura, Surabaya dan terakhir Salatiga. Tapi semuanya kini tidak sesuai
rencana. Manusia hanya bisa berencana, namun Tuhan yg memutuskan.
Sekonyong-konyong aku mendapat
undangan pernikahan sahabatku Tika di Salatiga pada awal Juli 2012. Sungguh
dilematis. Ingin hadir, tapi sepertinya kondisi tidak memungkinkan. Karena pada
bulan September sudah ada undangan yang lebih dulu menghampiri, pernikahan
temanku di Solo. Bedanya aku akan pergi dengan sahabatku Widie, namun kota yang
akan kami singgahi adalah tetap Salatiga.
Akhirnya aku dan Evi memutuskan
tidak menghadiri pernikahan Tika. Ditambah lagi pas momen high season (liburan
sekolah)yang artinya harga tiketnya akan melambung tinggi baik untuk kereta
sekalipun. Kamipun berencana mencari kado untuk dikirimkan. Namun ntah kenapa
beraaaattt rasanya hati kami. Bukan karna kami tidak bisa mengirimkannya, tapi
ntah kenapa sepertinya kami masih bimbang. Ada suara hati yang meminta kami
datang, tapi gimana?
Kami bawa dalam doa, dan Tuhan
menjawab dengan memberikan jalan keluar dari sekedar obrolan santai dengan
teman di kantor mba Kristy yang tiap minggu pulang pergi Yogya-Jakarta. Dia
bercerita tentang kereta bisnis dan ntah bagaimana akhirnya kami sudah memesannya.
Kebetulan (yg pasti bukan kebetulan)jika mba kristy punya kenalan orang loket,
dan akhirnya kami bisa mendapatkan harga normal yang lumayan murah, hanya 300rb
PP. Puji Tuhan, saat tiket sudah ditangan, kami mengabarkan pada Tika yang
disambut dengan sukacita. Akhirnya kamipun berangkat kembali ke Salatiga.
Dikarenakan jam tiba kami di
Semarang subuh, maka kami tidak dijemput di stasiun. Dan berhubung jam pulang
kami juga subuh, maka kami tidak dianter ke stasiun. Tapi kami merasa
senang-senang saja, karna ini kesempatan kami untuk berjalan sendiri sambil
mengenal lebih dalam kota ini.
Beberapa hari sebelum berangkat,
aku sakit demam. Hari kamis aku tidak masuk kerja. Aku berdoa terus dalam hati
supaya aku bisa sembuh kembali sebelum berangkat. Hari keberangkatan hari Jumat
malam. Sempat terbersit dalam hati untuk membatalkan perjalanan ini. Rasa malas
menyergapku dikarenakan rasa sakit ini. Namun, karna tiket tidak dapat kembali,
maka terpaksa sedikit aku menjalaninya. Temanku Ariz sempat sms agar aku
membatalkan saja kalau masih sakit, takut terjadi apa-apa di jalan. Namun aku
tidak bisa mundur lagi. Dan dimulailah perjalanan kami.
Inilah kali pertama kami
berangkat dari Stasiun Senen. Kereta kami Senja Utama Semarang, cukup bagus dan
cukup bersih. Tempat duduk sofa namun agak tegak. Yang gak tahan itu adalah
kipas angin diatas kami, dan jendela yang terbuka. Untunglah kami memakai jaket
bertopi, sehingga dapat menutupi kepala kami yang tersapu kipas angin dan angin
malam dari luar kereta saat berjalan. Sebenarnya cukup menyenangkan perjalanan
dengan kereta bisnis ini, jika kami tiba di stasiun besar seperti Cirebon atau
Pekalongan, maka banyak penjual yang masuk ke gerbong kami, ada yang berjual
makanan kecil, bahkan sampai Pop Mie dan kopi juga tersedia. Cuma sayangnya
jika kami melakukan perjalanan malam, hal-hal tersebut mengganggu tidur kami.
Subuh menjelang, kami tiba di
Stasiun Tawang Semarang. Udara dingin menyergap kami yang sedang menunggu
angkutan umum ke Salatiga. Perjalanan kami memakan waktu 1,5 jam kurang lebih.
Namun pemandangan yang disuguhkan di pagi hari itu sungguhlah memikat, sehingga
tidak membuat kami jenuh. Memang jadi rada mengantuk dengan berhembusnya angin
sejuk pagi itu, tapi rasa rindu kami mengalahkan ngantuk. Selama di perjalanan,
tidak henti-hentinya aku bersyukur, pertama karna kami tiba dengan selamat,
kedua karna kami dapat melihat dan menikmati indahnya semesta pagi ini, ketiga
karna kami mendapat kesempatan untuk kembali ke kota ini lagi.
Aku melihat orang-orang yg
bekerja, dari pasar, semuanya kuperhatikan. Dan hingga akhirnya tibalah kami di
Salatiga. Tiba-tiba kerinduan itu membuncah dalam diriku. Aku menghitung-hitung
sudah berapa lamakah aku tidak menginjakkan kakiku ditempat ini? Ternyata sudah
lebih dari setengah tahun..dan sayangnya komunikasiku juga sempat terhenti
dengan mereka selama beberapa bulan. Aku bertanya-tanya, apakah mereka masih
sama seperti yang dulu? Apakah keramahan itu masih ada? Dan aku akan
mendapatkan jawabannya.
Kami dijemput oleh teman kami
Echa di dekat rumahnya, karna kami tidak dapat kamar di hotel, maka kami
menginap di rumah Echa. Kukira akan sangat tidak bebas dan kurang enak,
ternyata betapa ramah dan baiknya keluarganya pada kami. Ayah, Ibu, dan kakak
iparnya sungguh ramah pada kami. Setiba kami dirumahnya, sudah disuguhi kopi
untukku, teh untuk Evi dan berbagai macam kue-kue khas kota tersebut. Ada getuk
tapi bentuknya bundar putih, kue khu warna merah seperti jambu dan kue mendut,
dibungkus daun pisang berisi 2 biji terbuat dari ketan dan diisi kelapa yang
berasa gula merah. Sungguh enaknya. Setelah kami cuci muka dan sikat gigi, sudah
tersedia nasi dan lauk pauk sederhana, tapi enak sekali. Walau aku tidak biasa
makan nasi di pagi hari, tapi tak urung lapar juga.
Selesai sarapan, kecuali mandi
karna pestanya masih nanti siang, kami berjalan-jalan ke kota untuk membeli
oleh-oleh sekadarnya. Karna waktu yang kami punya hanya pagi ini. Awalnya kami
naik mobil kecil ke Toko Sinode. Dari Sinode sungguh pemandangan Gunung Merbabu
menakjubkan. Kamipun berjalan kaki ke pusat kota. Sungguh menyenangkan untukku,
karna beda sekali suasananya dengan berjalan kaki di Jakarta. Kebetulan Evi
memiliki keperluan bertemu saudaranya, maka kamipun mengantarkannya. Namun
setiba disana kami malah disuguhi lagi sepiring nasi goreng, dan pada saat pulang
kami dibekali roti-roti. Wah, belum mulai sudah makan-makan terus...:)
Selesai belanja oleh-oleh, kami
juga tak lupa membeli parsel buah untuk menjenguk ibu dari teman kami yang
terbaring sakit sudah lama. Dan kami kembali dengan menaiki delman. Sungguh
suatu pengalaman yang tak terlupakan.
Tiba saatnya kami untuk mandi dan
bersiap-siap. Karna teman kami Ariz akan menjemput untuk ke pesta Tika di
Ampel, Boyolali. Sungguh suatu kebahagiaan saat bertemu lagi dengan Ariz, dia
tidak berubah, namun entah apa yang membuatnya terpaku menatapku, mungkin karna
bobotku yang bertambah..hahahaha...
Kamipun berangkat, bersama Wawan
dan di tengah jalan kami bertemu Decky. Pesta itu diadakan di halaman rumah
Tika yang lumayan besar. Segala macam hidangan tersedia. Ada kambing guling,
sate ayam, bistik galantine, soto, es krim dan berbagai macam jus. Dikarenakan
aku masih sakit dan makan obat, maka aku tidak berani untuk memakan yang
berat-berat. Dan juga dikarenakan sebelumnya baru makan 2x maka belum terasa
lapar.
Pesta yang cukup meriah. Awalnya
aku ingin menyanyi, tapi aku batuk-batuk terus. Dan adalah satu sukacitaku
bertemu kembali dengan eks kepala cabang semarang dan salatiga, Bp Muji dan Bp
Agung. Suatu reuni yang menyenangkan. Kami berfoto bersama. Dan hingga pesta
usai, kamipun pulanglah.
Tujuan berikutnya, rumah teman
kami, Ariz. Ada keraguan dalam suaranya saat kami mengungkapkan keinginan kami
untuk menjenguk ibunya. Tapi dia tidak sekalipun menolak, dan aku bersyukur.
Perjalanan kerumahnya sungguh suatu pengalaman menakjubkan juga. Ternyata wilayahnya
itu masih seperti di gunung gitu, jalannya banyak mendaki dan menurun, samping
kiri jurang, samping kanan sawah-sawah atau kebon-kebon. Memang sih masih
pedesaan, tapi jika tidak biasa maka tidak akan berani untuk mengendarai mobil
lewat situ. Ada hal menarik yang aku baru tahu, rupanya di Salatiga ini jika
ada yang meninggal maka dikibarkan bendera hitam, bukan bendera kuning seperti
di Jakarta. Kami melewati rumah orang yang berduka.
Kami tiba di sebuah rumah yang
memiliki lahan yang luas. Memang disana masih luas-luas lahannya. Langsung saja
kami dipertemukan dengan ayahnya, dan setelah mengungkapkan niat kedatangan,
kami diantarkan ke kamar ibunya. Sungguh mengejutkan karna aku mengira akan melihat
sang Ibu yang ber wajah yang lemas, murung dan tidak bersemangat. Tapi wajah
yang kulihat adalah wajah yang bercahaya, bersinar, ceria, penuh semangat dan
senyum ceria. Kami mengobrol sebentar, bertanya tentang penyakitnya yang sudah
diderita 2 thn. Selama 2 thn dia terbaring di tempat tidur, awalnya semua
anggota badannya tidak dapat digerakkan hanya karna suatu hari dia jatuh dan
pingsan, lalu di urut setelah itu tidak bisa bergerak. Setelah terapi maka
sudah bisa digerakkan lagi semuanya, namun ada kendala lagi karna tiba-tiba
matanya hanya melihat remang-remang, dan seorang teman mereka memberikan obat
tetes yang terbuat dari air liur lebah. Seketika habis itu matanya panas dan
perih. Dan habis itu dia sempat melihat, namun tidak lama dia tidak dapat
melihat lagi. Sungguh aku kaget, pantas saja daritadi matanya tidak fokus, aku
tidak berani bertanya. Dan lebih mengenaskan adalah bahwa aku baru tahu saat
itu. Sungguh begitu banyaknya berita ketinggalan. Karna memang aku sempat putus
komunikasi dengan Ariz.
Aku hanya terdiam saat dikatakan
dia tidak dapat melihat. Aku teringat alm abangku, yang tidak dapat melihat
pada saat-saat terakhirnya. Aku tidak tahu apakah ibu ini terserang karna
penyakitnya, atau karna obat tetes itu. Namun kami tetap percaya bahwa mujizat
itu masih ada. Aku sangat terharu melihat semangat ibu tersebut untuk sembuh.
Namun tetap saja, ada kendala biaya untuk pengobatannya. Sungguh menyedihkan
melihat orang yang begitu bersemangat untuk sembuh tapi tidak memiliki dana
untuk mengobatinya. Aku sungguh tak tahu mau bicara apa. Yang kulakukan
hanyalah untuk menyenangkan ibu itu dan menghiburnya. Hingga dia bercerita
pertemuannya dengan suaminya. Dia sangat bahagia. Dia sangat kesepian.
Karna waktu kami sangat sempit,
kami terpaksa harus pergi. Dia sempat menahan kami, karna belum puas ngobrol.
Duh, seandainya aku memiliki waktu panjang, aku pasti akan masih berlama-lama
lagi. Akhir kata, aku mengajaknya untuk berdoa. Dia menangis. Aku berjanji
dalam hati, akan kembali lagi. Itu pasti. Sebelum pulang kami dibekali salak
pondoh asli baru dicabut dari kebonnya. Sementara itu Ariz diam saja, sibuk
dengan BBnya dan rokoknya.
Sepulang dari situ, kami mampir
di kedai teman kami Yuly. Aku salut pada temanku ini yang berwiraswasta
dibidang kuliner. Ada kwetiau goreng, bakmi goreng, capcay dan nasi goreng.
Sebelum makan ariz yang memimpin doa makan. Kami duduk lesehan di teras rumah.
Sungguh malam yang menyenangkan, walaupun sederhana tapi aku sangat
menikmatinya. Kami mengobrol banyak hal, kebanyakan tentang
kantor..hahaha..bagiku malam itu, malam sempurna. Sungguh indahnya kebersamaan.
Ini adalah kali kedua aku ke salatiga, ternyata keraguanku sudah terjawab,
mereka masih sama, bahkan aku merasa tambah dekat dengan mereka semuanya. Dalam
keterbatasan mereka, yang ada ketulusan dalam memberi. Apakah juga karna
kulturnya mungkin, tapi yang pasti malam itu aku bersyukur oleh karena aku
bekerja di tempatku ini, aku bisa mengenal teman-teman yang luar biasa. I’m so
grateful...thank God for them..:)
Tidak lengkap rasanya jika malam
itu belum ditutup dengan Wedang Ronde. Dan kamipun pulang dan berpisah dengan
Ariz dan teman lainnya malam itu juga. Memang sangat singkat, tapi bukan waktu
yang penting namun kebersamaannya. Satu doaku adalah aku tidak igin kehilangan
mereka sebagai teman-temanku. Dan aku berharap bisa merasakan lebih banyak lagi
kebersamaan dalam waktu-waktu mendatang. Semoga Tuhan memberkati mereka semua.
Amin.
Kemesraan ini janganlah cepat
berlalu....
Kemesraan ini ingin kukenang
selalu
Hatiku damai, jiwaku tentram
disampingmu
Hatiku damai, jiwaku tentram
bersamamu...
fotonya kurang banyak
BalasHapusKan emang gak foto-foto..hehehe
BalasHapus