Sabtu, 15 Juni 2013

Sekali lagi Salatiga..



Kata orang kata hati itu tidak pernah bohong. Terkadang Tuhan berbicara kepada kita melalui hati kita. Namun seringkali kita mengingkari dan tidak mau mendengarkan kata hati kita. Dan akupun menjadi salah satu dari sekian orang yang tidak mendengarkan kata hati. Ini ada sebuah pelajaran berharga bagiku, betapa hal kecil sungguh sangat berpengaruh. Aku berjanji, sekali ini aku tidak akan mengabaikan lagi ungkapan si hati.

Setahun yang lalu aku datang ke kota ini, Salatiga, kota yang selalu sejuk, sangat minim polusi. Aku tidak pernah bosan untuk datang kesini. Mungkin bagi sebagian orang kota ini membosankan, karna tidak ada FO (factory outlet) seperti di kota-kota besar lainnya. Tapi memang bukan seperti itu yang selalu menarikku untuk kembali. Entah magic apa yang membuatku untuk ingin selalu kembali, tapi tidak pernah berharap untuk kembali ke Salatiga dengan kondisi seperti yg akan kuceritakan berikut.
Ibu Sunarti, ibunda Ariz temanku terkasih, dipanggil Tuhan pada hari Jumat lalu 31 Mei 2013. Terakhir kali aku bertemu di bulan Juli 2012 yang lalu (baca blog minggu 15 juli 2012). Aku berjanji saat itu untuk berdoa tiap hari untuknya dan kembali lagi menemui beliau. Bulan Desember sudah dirancang-rancang untuk dapat kembali kesana dengan waktu yang lebih panjang. Kebetulan tgl 29 Desember adalah ulang tahunnya. Tapi tak dinyana, rencana itu harus bubar jalan. Evi berhalangan tiba-tiba. Dan sayangnya aku tidak berani untuk melakukan perjalanan itu sendiri, dimana itu juga jatuhnya saat Natal, saat-saat sibuk bagiku sebenarnya. Dan akhirnya kami batalkan perjalanan bulan itu. Pada saat ulang tahunnya, kakakku suruh aku telpon ucapin langsung selamat ulangtahun pada Ibu, tapi entah kenapa aku malas sekali dan menunda-nunda saja.

Waktu berjalan terus tak terasa, masalah lain datang dan pergi, setiap orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, sehingga akhirnya tali silaturahmi itu sempat berjarak sejak pertemuan terakhir. Tidak lama setelah itu, di awal 2013 kami masing-masing mendapatkan handphone dan pulsa ditanggung kantor untuk mempercepat komunikasi. Sekali waktu Ariz menelponku dan kita ngobrol lama, tapi tidak sekalipun aku minta untuk bicara dengan Ibu. Beberapa kali dalam malam-malam yang lalu, aku ingin menelpon dan bicara dengan Ibu, tapi tidak kesampaian terus. Entah hatiku yang terlalu keras, atau memang aku sudah tidak peduli lagi oleh karna sudah disulitkan oleh masalahku sendiri.

Hingga 2 minggu lalu aku mendapatkan kabar kepulangan Ibu kepada Bapa di Surga. Kaget. Sedih. Merasa bersalah. Semua campur aduk. Sesaat aku tidak bisa menghubungi Ariz. Tidak tahu apa yang akan aku katakan. Aku sangat menyesal telah mengabaikan semua sinyal-sinyal yang tidak secara langsung masuk dalam hatiku. Banyak kata-kata,”Seharusnya...begini, seharusnya...begitu.” Aku hanya baru sms dan dia sudah membalasnya. Tapi aku belum dapat keberanian untuk menelponnya. Dan akhirnya aku diberikan kesempatan untuk menelponnya hari Minggu sore. Tiba-tiba tak terkatakan sedihnya hatiku, aku minta maaf sama dia beribu-ribu kali,”Setiap hari aku selalu ingat Ibu, slalu berdoa untuk Ibu, tapi aku selalu menunda-nunda untuk berbicara dengannya, walau hati ingin, padahal telponpun gratis. Maafkan aku...aku sangat merasa bersalah dan menyesal.” Ariz hanya bilang,”Tidak apa2, Ibu tahu kok segala rencanamu, semua pesan-pesanmu slalu kusampaikan. Aku cerita tentang dirimu padanya. Ibu sangat berterima kasih pada mu.” Aku tambah sedih mendengar ceritanya. Namun sore itu aku lega sekali sudah meminta maaf padanya, dan aku bilang,”Kalau ada kesempatan lagi ya Riz, aku pasti akan kesana, doakan saja.” Dia jawab,”Pasti Tuhan akan berikan kesempatan untukmu bisa kesini lagi, tenang aja.”

Selebihnya aku menyemangati dia, aku mengerti perasaannya saat ini karna bagiku bukan perasaan baru kehilangan seseorang. Aku sering kehilangan orang yang kusayangi, dan aku sangat mengerti rasanya. Hari Senin pagi, aku berpikir tidak merasa terbeban lagi, tapi kenapa ya aku merasa hingga aku tiba disana dan meletakkan bunga di pusaranya barulah aku tenang. Namun aku berpikir tidak mungkin aku pergi dalam waktu dekat gini. Karna tidak ada budget dan rencana ke Salatiga tahun ini. Tapi akhirnya aku utarakan keinginanku ini pada Evi dan aku mengajaknya. Tapi dia baru bisa tgl 21 Juni. Namun sayangnya semua harus gagal karna Echa temen kami di Salatiga dimana kami akan menginap tidak bisa karna dia keluar kota. Dan Echa hanya bilang tgl 6 Juni dia free. Sungguh pergolakan dalam bathin, karna justru tgl segitu Evi tidak bisa. Saat aku beranikan untuk konsultasi pada kakakku, dia lebih setuju jika aku pergi tgl 5 juni ini, karna tgl 6 juni tgl merah dan lagi pas banget dengan acara 7 harian Ibu. Namun satu lagi kendalaku, naik apa? Karna selain pas liburan sekolah, tiket melambung tinggi, tiket kereta eksekutif aja habis, bisnis juga. Pesawat mahal. Temanku mengusulkan naik bis saja. Tapi aku tidak berani naik bis sendirian, dan lama sekali waktunya.

Aku ingat sekali hari Selasa pagi aku berdoa khusus untuk hal ini. Kiranya Tuhan membukakan jalan bagiku untuk dapat tiket murah. Dan benar saja, bis tidak jadi karna saat ditelpon agennya tidak diangkat. Akhirnya aku mendapatkan tiket kereta ekonomi ac untuk perginya, dan pulangnya aku mendapatkan tiket pesawat pulang, murahnya dibawah harga kereta eksekutif. Awalnya aku mencari tiket sore, tapi ternyata adanya pagi-pagi jam 07.45. Dan untuk pesawat juga pagi-pagi jam 06.20.
Hari Rabu pagi aku bersiap-siap. Keburukanku adalah jika aku pergi sendiri jadi lelet, adaaaaa aja yang aku belum siapkan. Dan akhirnya aku ketinggalan kereta 1 menit. Saat aku tiba di peron, kereta baru saja pergi. Sempat putus harapan dan mau ke kantor saja, tapi aku ingat tiket pulang yang sudah dibooking, sayang banget. Dan lagi aku ingat tujuan utama kenapa aku harus pergi. Mungkin orang lain menganggapku lebay, tapi bagiku ini harus dilaksanakan, karna sudah didoakan dan apa yang terjadi ini adalah karna kelalaianku. Dan aku mencoba pergi ke Gambir. Tujuan akhir adalah tiket eksekutif. Paling mahalpun tidak apa pikirku, asal aku dapat tiba di Semarang sore ini. Puji Tuhan, aku mendapatkan tiket Argo Anggrek jurusan Surabaya, karna kereta Semarang sudah berangkat jam 8 tadi. Setelah aku mendapatkan tiket Argo Anggrek ini aku langsung duduk di ruang tunggu depan rel. Sungguh capek sekali badanku, pusing kepala terutama karna aku harus merogoh gocek Rp. 360.000,- Tapi aku mengucap syukur, karna berkat sumbangan temen-temen untuk aku bisa membelikan kue-kue buat acara Ariz, ada terkumpul Rp. 300.000,-an dan aku bisa beli tiket. Anehnya walau duitku sudah habis kok aku santai saja perasaanku, tidak takut, tidak kuatir...hahaha.
Akhirnya keretaku berangkat ke Semarang. Ini adalah pengalaman pertamaku pergi seorang diri. Walau tidak begitu jauh jaraknya, tapi tak urung ada rasa kuatir juga, namun aku serahkan padaNya, aku percaya Tuhan menjaga setiap langkahku. Untungnya keretaku tidak begitu penuh, yg pasti sebelahku kosong sampai Semarang, jadi aku bisa santai tidur-tiduran, fesbukan, telpon2 temen dll. Puji Tuhan, aku dijemput oleh temenku Wawan di Stasiun Tawang pakai motor. Jadi ini juga menjadi pengalaman pertamaku naik motor bersama temenku dari Semarang ke Salatiga. Wah...sangat menakjubkan, tak pernah terpikirkan bahwa aku akan menginjak kota ini lagi. Tahun ini tidak pernah ada rencana untuk datang ke kota ini, tapi akhirnya toh aku memang harus kesini. Kunikmati setiap perjalanan, pemandangan, rupanya sudah ada Cimory buka cabang di tengah-tengah perjalanan ke Salatiga.

Aku tiba di Salatiga sudah jam 21.00an, karna perjalanan yg macet dikarenakan ada perbaikan jalan. Tiba di rumah Echa kita tidak kemana-mana, langsung disuguhi teh manis hangat, habis itu mandi dan tidur. Keesokan paginya, 6 Juni 2013 kami bangun jam 06.00, dan hanya sikat gigi dan cuci muka, kami pergi ke pasar untuk sarapan soto seperti biasa di tempat langganan. Habis itu kami jalan-jalan dengan motor ke alun-alun pancasila, aku melihat ada jualan susu segar murni, kita mampir dan minum susu sambil lesehan disitu. Rame sekali orang, mungkin karna tgl merah. Susunya benar-benar panas, ditambah milo sedap sekali, dan ditambah dengan udara pagi yang sejuk, mantap benar. Aku sungguh menikmatinya. Karna kami janjian untuk datang ke rumah Ariz jam 15.00 supaya bisa mengikuti ibadah penghiburan jam 18.30, maka kami gunakan waktu yg ada untuk mencari oleh-oleh sedikit. Kami kembali pulang pas jam makan siang. Tidak lama kami tiba, hujanpun turun.

Aku sempat kuatir, karna hari sebelumnya, hujan turun awet sampai malam. Aku berdoa terus agar hujan segera berhenti, karna kalau sampai batal ziarah karna hujan, sia-sia saja perjuanganku untuk tiba di kota ini. Jam 14.52 hujan berhenti. Wah, puji Tuhan..doaku didengar, buru-buru kami mandi dan siap-siap. Kami pergi ke pasar untuk membeli bunga dulu. Aku beli bermacam-macam bunga, ada sedap malam, bunga matahari, bunga dahlia, bunga mawar putih dan merah. Rata-rata sih warna putih. Sudah segitu banyaknya ternyata hanya menghabiskan kocek Rp. 35.000,- Padahal mawar aku ambil banyak. Wah, sungguh murah beli bunga disini. Lain kali aku mau beli lebih banyak lagi.
Tibalah kami di rumah Ariz. Awalnya aku bertemu dengan bapaknya. Ntah kenapa tidak bisa berbicara apa-apa selain salam saja. Kebetulan Ariz sedang didalam, tidak lama diapun keluar, dia menatapku begitu rupa. Tidak tahu apa yang ada di pikirannya, sepertinya mungkin dia berpikir tidak percaya klo aku bisa datang beneran ke rumahnya. Dia hanya menatapku diam, dan aku saat menatapnya hanya mengingat ibunya. Tapi saat itu perasaanku sudah biasa lagi, tidak sedih, sudah ketawa-ketawa sebelumnya. Lalu kamipun berangkat ke makam. Bapaknya, adiknya, dia, aku, echa dan wawan pergi beriringan dengan motor.

Perjalanan ke makam sungguh mistis menurutku. Karna masuk ke dalam hutan, terkesan serem buatku. Tidak beraturan makamnya, dan rata-rata nisannya malah mirip prasasti. Dan kami harus menuruni tangga ke bawah lagi. Kebetulan dia yang berada didepanku, dia mengingatkanku untuk berhati-hati karna licin. Ngeri juga rasanya, aku sudah bawa bunga banyak, jalanan baru hujan sungguh lucu klo sampe tergelincir. Untungnya dia langsung menawari tangannya untuk menuntunku supaya tidak jatuh.

Tiba di makam, ada perasaan haru biru yang tiba-tiba menghinggapiku saat itu. Saat aku menyusun bunga-bunga itu, air mataku mulai bertetesan. Tidak ada kata-kata yang terucap selain,”Ibu, maafkan aku ya..” Ariz memperhatikanku dan akhirnya membantuku untuk menyusun bunga-bunganya. Sedangkan yang lainnya sibuk ngobrol di belakang. Hanya kami berdua yang menyusun bunga-bunga itu. Lalu saat maksudku mau ajak foto semuanya, eh bapaknya malah berdoa pake bahasa Jawa. Saat itu gerimis masih turun, tapi karna kami berada dalam hutan, maka gerimis yang jatuh itu tertahan oleh pohon-pohon yang rindang diatas kami. Karna aku tidak mengerti doanya, aku hanya berjongkok dan memandangi salib makam ibu, dan saat itu rasa bersalahku memuncak. Aku sungguh-sungguh merasa menyesal saat itu, semuanya flashback, semuanya berulang dan betapa banyaknya aku sudah melewati momen-momen penting. Dan seketika semuanya diam. Mungkin mereka baru menyadari bahwa aku bukan hanya sekedar nyekar. Mereka baru sadar bahwa ada yang sedih ditempat ini. Dan setelah aku puas melepaskan semuanya, barulah aku melihat Ariz berdiri didekatku hanya menatap terus ke makam ibunya. Saat aku panggil, dia sampai gak dengar, dan aku harus menggamitnya, karna aku melihat matanya sudah mulai berkaca-kaca lagi. Dan akhirnya kami berfoto berempat. Memang bukan suatu hal yang wajar ditempat itu, tapi biarlah aku ingin foto aja.
Sehabis dari makam kami diminta kerumahnya. Sementara echa dan wawan mau ke rumah mbaknya yg tidak jauh dari situ, maka aku ditinggal sendiri di rumah ariz. Kata echa,”Kan katanya tadi kangen mau ngobrol sama Ariz.” Ariz hanya diam menatapku. Setiba dirumah, kami ngobrol berdua saja. Dan dia bilang klo dia senang aku datang, tapi dia maunya aku tuh datang nanti-nanti saja setelah lewat acara-acara 40harian begitu. Karna klo datang seperti sekarang dia bilang tidak bisa menemaniku.”Kalau kamu datang setelah acara-acara ini selesai kan kita bisa punya waktu 1-2 hari untuk ngobrol, rileks ya jalan kemana lha. Klo sekarang aku kasian sama kamu, karna kamu pasti capek banget, kemarin tiba dan besok harus pulang lagi. Aku kasian sama kamu.” Aku jelaskan saja bahwa tujuanku memang hanya untuk nyekar di makam ibu. Jadi aku sudah siap menanggung resikonya. Dia hanya terdiam saja mendengar aku menjelaskan. Dia sampaikan klo dia sudah ikhlas saat ibu dimakamkan. Tapi aku tahu perasaannya akan datang dan pergi. Sekali waktu dia akan ikhlas, sekali waktu dia tidak terima. Butuh waktu untuk bisa menerimanya. Dan dia sangat menyesal sekali saat-saat terakhir ibunya dia pergi ke kantor. Dan saat dia tiba dirumah lagi setelah izin setengah hari, sudah banyak orang dirumahnya dan tahulah dia bahwa ibunya sudah pergi. Sungguh perih sekali perasaannya pasti.

Malamnya kami ibadah penghiburan. Untunglah memakai bahasa indonesia untuk khotbah dan lagunya. Kami, terutama aku sangat menikmati segalanya, walaupun aku lupa bawa jaket padahal ditempatnya itu dingin sekali klo malam. Habis ibadah diberikan teh manis panas dan sekotak kue, sedapnya. Habis itu makan soto lagi. Sebelum ibadah sudah disuguhi soto, segar banget dan rasanya tuh enak banget. Beda dengan soto di jakarta. Sebelum pulang kami diberikan sekotak makan lagi, isi nasi, lalap dan ayam goreng. Nasinya ngajak berantem. Banyak banget, bener-bener banget. Wah..bener-bener deh.

Akhirnya kami berpisah malam itu. Dan aku puas, sepuas-puasnya bahwa apa yang menjadi hutangku sudah terlunasi. Mungkin ini adalah jalan bagiku untuk kembali dekat dengannya lagi. Memang ada hal yang kusesali, tapi aku tidak mau menyesali lagi, biarlah ini menjadi pelajaran bagiku. Dan aku tidak ingin terulang untuk kesekian kalinya. Kali ini aku akan lebih cermat dan mendengarkan kata hatiku.

Terima kasih Tuhan untuk pertemuan ini. Kami percaya pertemuan kami ini adalah karena doa. Dan biarlah Engkau pertemukan kami kembali di waktu yang lebih berbahagia lagi. Amin.