Sabtu, 29 Oktober 2011

SALATIGA DALAM KENANGAN (FINAL)

Hari terakhir di kota Salatiga kupuaskan dengan sarapan soto khas kota tersebut. Akhirnya kesampaian juga, walaupun agak telat bangun tapi penting bisa menikmati juga. Kami sarapan sudah jam 08.00 pagi. Soto daging yang kupilih sudah habis, tinggal soto ayam. Akhirnya aku memilih soto (tanpa daging) dan 2 tempe gorenga dan kerupuk gendar. Sebenarnya soto ini biasa rasanya, mirip dengan soto kudus, dimana nasinya dicampur langsung ke mangkuk soto. Yang membuat beda menurutku adalah rasa tempe gorengnya. Awalnya aku ragu-ragu untuk mengambil tempe yang bentuknya tebal, karna menurutku pasti bumbunya gak meresap, dan lagi aku lebih menyukai tempe yang tipis kering, lebih enak, ternyata apa yang kurasakan benar-benar sensasi. Tempe yang tebal itu masih terasa bumbunya. Mantaaapp..!! Sungguh sarapan yang sangat mengenyangkan..:)))

Sempat jengkel saat itu, karna kami harus check out jam 12.00 dari hotel, tapi Ariz belum jemput.Sungguh mata sudah mulai tidak konsen lagi karna terlalu lama menunggu. Akhirnya jam 12 kurang dikit dia tiba. Dan tempat pertama yang kami kunjungi adalah pusat oleh-oleh salatiga. Aku baru tahu kini ternyata enting-enting gepuk klenteng itu berada tepat didepan klenteng. Lumayan besar dan ramai sekali.

Selanjutnya kami diajak ke Bukit Cinta Ambarawa. Sebenarnya jalan-jalan di salatiga itu sepertinya muter-muter aja, tapi kenapa pas tiba asing semua?Bukit cinta yang kami kunjungi kurang bagusa, gak ada apa2nya. Dengan membayar karcis Rp.3500,-/org, kami hanya disuguhi sebesar lapangan bola kurang sedikit, dikelilingi rawa dan rumah-rumah penduduk. Menurutku yang membuat tempat itu manis hanyalah pohon-pohonnya yang bagus itu, selebihnya tidak ada.

Tak buang waktu kami segera menuju Senjoyo nama daerahnya. Disinilah katanya sumber mata air yang diambil PAM yang mengalir ke Salatiga. Airnya sangat bening sekali, ada dam yang besar, sayang sekali penduduk sekitar banyak juga yang mencuci pakaian disitu, tapi menurut beritanya sih ada filternya, jadi biarpun dipakai cuci tetapa tidak akan kotor karna ada filternya. Tempat ini dikelilingi hutan. Tidak begitu menarik menurutku. Kami dibelikan gorengan yang ntah apa namanya lupaa, isinya itu rumput-rumputan, aneh tapi enak juga, jadi mirip bakwan.

Waktu masih panjang, keretaku berangkat masih tengah malama. Kami diajak ke Desa Banyu Biru, melewati sawah-sawah yang menghijau, cantik sekali dipadankan dengan gunung yang menjulang kebiruan, benar-benar indah. Kami berhenti untuk berpose, tak peduli lha dengan orang-orang yang lewat. Benar-benar masih pedesaan. Rasanya ingin berlama-lama disitu, tentu tidak mungkin.Cukup puas dengan berfoto-foto ria..

Karna Ariz ingin menjemput Panjoel, maka kami didrop di kafe asri, outdoor dan hijau, disini kami istirahat sejenak melegakan tenggorokan dengan Frappe Moccachino Ice. Hmmmm...indahnya hidup ini, dilewati dengan kebersamaan antara kami para wanita.

Hari sudah senja, langsung saja kami menuju Semarang. Namun sayang Tika tidak dapat ikut bersama kami. Kami makan malam Sate Pak Kempleng Ungaran. Ini adalah makanan khas Ungaran. Katanya ini adalah sate daging sapi yang sudah direndam dalam susu, sehingga saat dibakar rasanya akan lembut dan meresap banget bumbunya. Dengan pedenya kami pesan masing-masing seporsi. Saat aku mencobaa rasanya, betapa kagetnya aku..benar enaka, benak lembut, tapi manis sekali bumbunya. Waduh..bagaimana menghabiskannya? Ternyata yang lain juga tidak dapat menghabiskannyaa..HAHAHAHA...akhirnya sate tersebut dibungkus bagi dua, aku dan Ariz yang bungkus. Kalau aku boleh memilih, lebih baik kembali ke Sate Madura lebih pas..hehehehe.

Kami harus berpisah dengan Echa. Dan kami melanjutkan perjalanan ke Semarang. Saat jalanan menurun, aku melihat pagoda menjulang tinggi cantik sekali dengan lampu-lampunya..sayang sekali, kami tidak bisa masuk karna itu tempat sembahyang, dan lagi sudah tutup karna sudah malam. Aku hanya bisa menikmati keindahannya sampai aku tidak dapat melihatnya lagi. Benar-benar cantik..tak akan kulupakan.

Akhirnya kami tiba di Gombel. Tempat yang romantis sekali. Mengingatkanku pada KFC Fried Chicken Puncak. Jika siang hari, nampak seluruh kota Semarang dan tepian laut. Tapi malampun gak kalah menarik, karna lampu-lampu yang bertaburan bagaikan cahaya bintang. Namun sayang kamera kami kurang oke untuk mengambil foto suasana saat itu. Satu hal yang selalu ingin kulakukan jika berada pada ketinggian dengan suasana seperti itu, ingin rasanya berteriak apa aja, rasanya tuh lepas banget. Tapi karna banyak orang pacaran, jadinya aku mengurungkan niatku.

Setiba kami di Semarang, tempat pertama yang kami serbu adalah Juwana, pusat oleh-oleh semarang..:)) sebenernya sudah banyak membeli oleh-oleh saat di Salatiga, tapi rasanya ada yg kurang klo tidak beli di semarang. Setelah itu, karna masih ada sisa waktu sampai kereta datang, kami berfoto di lapangan Tugu Muda. Namun karna Panjoel sedang sakit, dia tinggal di mobil, Evipun tidak ingin ikut, sehingga akhirnya aku dan Ariz saja yang pergi. Ternyata Lawang Sewu itu berada didepan lapangan tersebut. Benar-benar seram sekali bangunan itu. Tidak ada cahaya sedikitpun. Tugu Muda ini juga tempat yg cukup ramai dengan jam yang cukup malam. Aku kini tahu bahwa Semarang mungkin adalah kota kedua setelah Jakarta yang tidak cepat terlelap.

Akhirnya..finally..I must go..Aku harus pergi..sempat kesel karna pengantar gak bisa masuk ke peron. Tapi akhirnya kami terselamatkan dengan kehadiran saudara Ariz yg ternyata menunggu kereta yang sama dengan kami Sembrani, dan berada di gerbong yg sama. Namun aku tetap meminta Ariz untuk tinggal dan mengantarkan ke dalam kereta. Dan saat kereta itu datang, di stasiun Tawang sudah terdengar lagu Gambang Semarang. Setelah Ariz mengantarkan hingga kedalam kereta, kami saling mengucapkan selamat berpisah dan dia pun pergi.

Dan keretapun berangkat dengan diiringi Gambang Semarang, hingga tidak terdengar lagi. Tiba-tiba ada suasana haru dan sedih, teringat semua hal yang pernah kami alami, dan aku tidak tahu kapan lagi aku akan datang ke kota ini. Dan entah kapan lagi aku bisa bertemu dengan mereka lagi, tapi satu hal pasti aku sangat senang memiliki sebuah kenangan yang tidak akan kulupakan...

Sampai ketemu Semarang, sampai jumpa Salatiga..saatnya kembali ke Jakarta.

Selasa, 25 Oktober 2011

SALATIGA DALAM KENANGAN (2)

Jam 10 pagi kami dijemput. Dan rombongan kamipun bertambah. Ada Echa, Panjoel, Caca. Tujuan pertama kami adalah ke rumah alm temen Evi di beringin. Kami bertamu bertemu dengan orangtua dan adik almarhum. Sungguh rumah yang Jawanis, adem dan masih bener-bener natural. Seperti saat aku ke toiletnya, sampai bingung mencari dimana letak keran, dan ternyata tidak ada keran!! Selama di kamar mandi ditemani alunan angin sepoi-sepoi dan daun-daun yang berguguran..hahaha..

Maksud hati ingin segera melanjutkan perjalanan kami yg masih banyak dan jauh, tapi tak dinyana mereka sudah mempersiapkan makan siang. Lauk pauknya sangat banyak. Ada sayur daun pepaya yang diberi bumbu cabe merah, tapi tidak pedas dan anehnya tidak pahit. Lalu ada daging sapi dibumbui seperti gudeg gitu, lalu ada ikan goreng, kerupuk, sop..saking banyaknya aku lupa ada apa lagi, ada buah semangka yang merah-meranum. Lebih serunya lagi kami makan sambil lesehan. Benar-benar makan siang yang lezat. Walau agak sungkan karena aku tidak biasa makan lesehan, tapi nikmat juga. Thank God! Sebelum pulang kami berdoa dulu.

Perut kenyang dan perjalananpun dilanjutkan ke kampus Satyawacana. Akhirnya aku menjejakkan kakiku di kampus ini. Seketika tirai kenangan terbuka. Aku seperti merasakan kehadiran mama dan papaku saat itu. Aku berfoto didepan nama kampus, walaupun mereka semua malu karna aku senorak itu, tapi ini memang janjiku akan berfoto didepannya. Bodo amat sama orang-orang, aku tidak kenal mereka kok..:)) Habis itu aku MMS bang Justin..no reply, seperti biasa..:((

Kami mengelilingi tapi tidak seluruhnya. Namun aku cukup puas menikmati udara dan suasana kampus itu. Sayang, aku tidak menemukan lagi pohon tempat mereka berdua berfoto. Ntah dimana mereka berfoto, apakah di kampus itu atau di tempat lain..selesai aku bernostalgia dan kita langsung capcus..lanjuuuttt!!!

Next destination..Bandungan dan Goa Maria Kerep Ambarawa!! Karna kami akan menjemput satu temenku Tika namanya, maka formasi dimobil dirubah. Aku duduk depan. Selama dijalan aku gak ngerti mereka ngobrolin apa, karna semuanya memakai bahasa Jawa. Apalagi yang namanya Caca..pusing kepalaku. Dan satu yang aku sadari bahwa jika orang-orang mengatakan selama ini kalau orang jawa itu bicaranya halus-halus, itu salah saudara-saudara. Dan kalau ada yang mengatakan suara paling kencang itu orang batak, lebih salah lagi saudara-saudara, karna sebenernya orang jawa juga tidak kalah kencangnya..HAHAHAHA!!

Sempat hujan turun saat kami diperjalanan, tidak deras sih tapi cukup membuat kami ragu untuk melanjutkan perjalanan. Sang supir sudah memaksa untuk kembali ke kota saja, tapi aku sudah mulai kecewa dan berdoa terus agar hujannya berhenti. Tapi tampaknya tidak ada yang bisa menghentikan si supir, dan aku bisa apa? Hanya tamu, dengan kecewa aku mengikutinya. Belum jauh berbalik, dia putar balik lagi kembali ke arah Bandungan. Aku kaget dan saat kutanya, dia hanya mengatakan, “Berharap disana tidak hujan.” Dan puji Tuhan semakin kesana semakin kering, tidak hujan, cuacapun cerah lagi walau agak mendung. Akhirnya aku bisa menikmati pemandangan indah yang kami lewati dari jendela mobilku. Wah..bener-bener bagus, sayang agak susah untuk memotretnya, ditambah dengan Ariz membawa mobilnya kencang sekali. Tapi aku tetap bisa menikmatinya. Dan bersyukur Ariz putar balik kembali.

Kami tiba di Bandungan. Aku dibelikan gemblong cotot alias gemblong goreng, rasanya enak seperti ubi goreng. Slama ini aku hanya tahu gemblong yang dilumuri gula merah. Lalu kami beli klengkeng, lumayan besar-besar, tapi harganya sama saja dengan di Jakarta. Tiba-tiba berubah rencana. Mereka mengajak ke Candi Gedong Songo. Aku baru teringat Lena mengatakan padaku sebelum pergi untuk mengunjungi tempat wisata ini. Dan pucuk dicinta ulam tiba, benar sampai disana. Udaranya mulai berbeda, mirip udara puncak gitu. Mobil kami seperti naik gunung saja, klo arah datang sebelah kiri lereng curam, sebelah kanan tebing dan pohon-pohon. Entah sampai ketinggian berapa, akhirnya kami tiba juga. Dan rupanya Candinya itu jaraknya satu dan lain jauh juga. Dan membutuhkan seharian penuh untuk bisa mencapai Candi Songo (ke-9) tapi karna kami tdk ada yg mempersiapkan diri untuk ke atas, maka kami hanya sampai Candi Siji (ke-1) dan kebetulan disitu viewnya sangat bagus dan mulailah bernarsis2 ria..saat mataku memandang jauh ke arah gunung dan lereng itu, hatiku berbisik, ”And I think to myself..what a wonderful world!!”

Turun dari sana, sudah senja. Akhirnya kami menuju Goa Maria Kerep Ambarawa. Dan kami tiba saat makan malam. Disini banyak sekali dijual sate daging kelinci. Tidak semua makan daging kelinci. Aku selalu ingin explore tiap ada makanan baru, dan aku merasakannya..hmm..tidak jauh beda spt ayam, hanya lebih garing. Ntahlah benar daging kelinci atau tidak.
Ternyata disini buka 24 jam. Jadi semakin malam, tempat ini tidak tutup sama sekali. Mungkin mirip seperti Gereja Kathedral di Jakarta. Hanya disini diudara terbuka. Dan tidak menutup kemungkinan diluar kristen/katholik boleh ke tempat ini, karna memang terbuka untuk umum dan gratis. Saat kami tiba di depan lukisan Yesus dan Maria, kami semua berbaris kesamping duduk berdoa.

Angin sangat kencang dan dingin. Ada atmosfir yang beda ditempat itu, memang dikhususkan untuk berdoa. Aku mulai menundukkan kepalaku dan melipat tanganku, semenit kemudian sebening airmata hangat jatuh di pipiku. Tiba-tiba aku merindukan seseorang, seseorang yang kuharapkan dan kunantikan sejak dulu. Seperti film segalanya flash back, semua wajah muncul, semua wajah yang kucintai, semua wajah yang kuingat dan masih kuingat, semua wajah yang kubenci dan yang menyakitiku, semua wajah yang sudah tak dapat kulihat lagi. Dari antara semuanya aku merindukan satu wajah, yang aku belum menemukannya tapi aku sudah merindukannya, wajah yang aku nantikan selama ini, wajah yang aku butuhkan untuk dapat memandangku dengan sayang mengatakan bahwa,”Semuanya akan baik-baik saja.” Sekali lagi aku hanya bisa menundukkan kepalaku dan menangis tergugu. Aku berharap, sejauh ini aku datang dan berdoa ditempat ini akan memberikanku hikmat dan jawaban doaku selama ini. Amin.

Ada kelegaan berdoa disitu. Sampai saat ini aku malah sudah terpikir ingin dapat berdoa disitu saat malam tahun baru ini. Tapi aku juga belum berani memikirkan rencana ini. Setelah puas berfoto-foto walau akhirnya hanya aku yang niat berfoto, dan walaupun remang-remang, tapi aku puas. Nampak pemandangan dibawah itu kota salatiga dengan lampu-lampunya yang bagus sekali. Sayang susah untuk difoto, karena sangat gelap. Kamipun kembali ke kota salatiga.

Next...karaoke time!! Saatnya gila-gilaan. Happy Puppy sedang penuh, tapi beruntung juga kami mendapat tempat walau small tapi boleh masuk dengan ditambah charge tentunya Rp.5.000,-/jam. Dua jam kami menyanyi sampai serak-serak, dari lagu galau, sedih, gembira, dangdut, semua dicoba. Sangat menyenangkan. Dulu pernah juga karaoke saat temenku resign. Karaoke rame-rame, tapi tidak serame ini. Bener-bener gila. Hanya Evi yang kalem. Tapi aku tak peduli, aku memang suka menyanyi dan kami semua menyanyi seperti orang gila, biarpun suara sudah habis tetep aja teriak2 dana tidak peduli. Unforgettable moment..!!

Cacaa harus pulang duluan. Dan tidak terasa sudah tengah malam, sedangkan besoknya kami masih harus melanjutkan perjalanan, dan ini adalah malam terakhir kami di salatiga. Selesai karaoke, Echa kebetulan ingin ikut menginap di hotel bersama kami, jadi kami kerumahnya dulu menunggunya mengambil barang-barang. Sebelum tiba di hotel, kami mencari Wedang Ronde. Minuman khas Salatiga. Sekali lagi aku melihat kota mati walau malam minggu. Dan akhirnya kami menemukannya di emperan toko dan satu-satunya. Kami minum wedang ronde sambil lesehan. Nikmatnyaaaa!!! Suara yang serakpun kembali seperti sediakala. Sudah jam 01.00 saat kami kembali ke hotel. Badanku penat, tapi hatiku senang. Terima kasih Tuhan untuk hari yang indah...^_^ Semoga hari terakhir besok lebih menyenangkan lagi. Selamat malam salatiga..

Minggu, 23 Oktober 2011

SALATIGA DALAM KENANGAN (1)

“September ceria..september ceriaaa..” demikian tembang lawas yang dinyanyikan oleh biduanita Vina Panduwinata. Namun apa yang aku rasakan adalah Oktober ceria...:)) Tanya kenapa? Begini kisahnya :
Sudah lama aku ingin ke Salatiga, Jawa Tengah. Kalau dilihat orang-orang lebih memilih ke Yogyakarta ketimbang ke Salatiga. Kota ini demikian kecilnya sehingga tidak begitu terkenal apa saja yang ada didalamnya. Aku hanya pernah diceritakan temanku kalau Salatiga itu kota pelajar dan banyak umat kristianinya, karna disitu ada Universitas Kristen Satyawacana.

Berkenaan dengan kampus ini, alm papaku yang lahir di Banda Aceh dan besar di Lahat Sumatera Selatan, pernah mengecap pendidikan disini dan bekerja disini sebagai guru sejarah tingkat sekolah menengah umum atas (SMU sekarang) Jadi jelas saja kota ini menjadi kota bersejarah bagi  alm papaku, ditambah lebih bersejarah lagi saat beliau bertemu dan berkenalan dengan almarhumah mamaku yang saat itu sedang ditugaskan (mengajar atau training kurang jelas) di kota tersebut.  Akhirnya karna ada chemistry antara mereka, jadianlah dan menikahlah mereka di Medan, menetap di kota Malang tempat kelahiran ketiga abangku, barulah pindah ke Jakarta sampai akhir hayatnya. Saat papa setahun lagi menjelang pensiun dari kantornya, beliau merencanakan untuk menghabiskan uang tanda jasa dari kantor untuk bernostalgia ke tempat kenangan mereka yaitu kota Salatiga. Namun karna Tuhan berkehendak lain, sebelum semua itu terwujud maka papaku sudah mendahului kami semua. Dan kini 20 tahun kemudian, aku anaknya baru dapat mewujudkan keinginan mereka berdua.  Salatiga...I’m coming!!!

Temenku Evi punya rencana ke kota ini karna ada keperluannya menjenguk rumah alm temannya. Karna ajakan Evi lah, maka semuanya terjadi. Kami ingin naik pesawat tapi ternyata harga tiketnya masih melambung tinggi setelah Lebaran. Akhirnya kami memilih naik kereta ke Semarang, dan sempat kami panik karna tidak kebagian tiket pulang yang jam 4 sore dari Semarang. Tuhan sangat baik, menyediakan tiket kereta dari Surabaya jam 23.00 malam waktu Semarang. Kami pergi sore itu hari Jumat langsung dari Gambir. Kereta eksekutif kami namanya Sindoro. Sudah lama aku tidak naik kereta jarak jauh, terakhir kali itu tahun 1990 ke Malang transit Surabaya. Aku masih ingat namanya KA Bima, pake AC, mendapatkan makan siang dan makan malam, selimut, pokoknya enak deh. Dibanding sekarang (khususnya Sindoro) AC  kurang dingin, gak dapat makanan (dan ternyata semua kereta begitu) Tapi tetep aja ini merupakan pengalaman baru bagiku, jadi rada norak-norak gitu deh. Untung Evi tahan banting dengan kenorakanku..hahahahaha..kaca jendelaku retak seperti habis ditimpuk batu, tempat dudukku tidak bisa dimundurkan untuk tidur. Hanya satu yang menggembirakan, tidak jauh dari toilet.

Kami tiba di Semarang jam 23.30 lebih lambat satu jam dari jadwal di tiket. Temanku Ariz menjemput kami di stasiun Tawang. Inilah kali pertama aku menjejakkan kakiku di Semarang. Saat kami naik mobil melewati kota semarang yang sudah terlelap, kami melewati kota tua yang disebut Ariz Kota Lama. Kesanku pertama Semarang itu tua, sepi dan suram karna lampu penerangan yang ada tidak begitu terang. Ternyata saat kami memasuki dalam kotanya, alun-alun, sepanjang jalan besar itu ramai sekali berkumpul klub motor, seperti Harley Davidson, Vespa, Ninja dll. Mereka saling membentuk komunitasnya sendiri yang kebanyakan anak kuliah. Barulah aku melihat sisi Semarang yang mirip dengan kota Jakarta. Namun kami saat itu langsung menuju hotel kami di Salatiga.

Hari sudah tengah malam saat kami melewati jalan yang menanjak dengan kanan kiri diapit dengan hutan, sebenarnya mirip seperti jalan ke Puncak, hanya tidak macet. Udara tidak begitu dingin. Kami memasuki kota Salatiga yang sunyi jam 00.30, tidak susah untuk mencari hotel kami yang letaknya di pusat kota, namun kalau ini jalan utama sangat berbeda dengan Jakarta dimana jalan utama itu tidak pernah tidur. Tapi saat itu kami seperti tiba di kota mati. Karena sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan. Setelah kami tiba dikamar dan berpisah dengan Ariz yang pulang kerumahnya, kamipun mandi dan langsung terlelap, waktu menunjukkan pukul 2 dini hari. Besok akan menjadi hari yang panjang.

Pagi hari aku terbangun jam 06.00. Langsung aku tersadar kalau ini bukan di kamarku. Evi juga sudah bangun. Setelah cuci muka dan sikat gigi, hanya dengan memakai kaos dan celana pendek, tidak bawa apa-apa, aku mengajak Evi untuk jalan-jalan melihat suasana kota Salatiga di pagi hari.

Apa yang aku lihat sangat berbeda dengan semalam. Kota yang semalam seakan mati, pagi ini sangat ramai. Banyak orang yang sudah berjualan, dan ada juga yang masih sarapan. Hotel kami menyediakan sarapan, tapi kami jadi tergiur dengan sarapan yang dijajakan. Dan lebih enaknya lagi mereka makannya sambil lesehan. Aku bertekad besok pagi aku harus merasakan jajanan di pagi hari ini.

Maksud hati ingin berjalan dekat-dekat saja, tapi ternyata kaki ingin melangkah terus menyusuri kota. Evi merasa kenal dengan satu jalan yang ternyata menuju rumah saudaranya. Setiba kami disana, kami disuguhi teh manis hangat aroma melati, cocok sekali dengan udara Sabtu pagi yang sejuk. Nampak kejauhan gunung yang sangat indah sekali. Sayang sekali tidak membawa kamera, namun seketika aku jatuh cinta pada kota kecil ini.